Kronologi Dugaan Penganiayaan Wartawan di Kantor PSDKP Tahuna: Perselisihan yang Mengusik Demokrasi
News Airmadidi– Dalam sebuah insiden yang mengusik kebebasan pers di wilayah timur Indonesia, seorang wartawan mengalami dugaan penganiayaan di kantor pemerintah. Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, dan melibatkan pejabat negara dengan seorang jurnalis.
Latar Belakang: Pertemuan yang Ditunggu
Mike Towira, wartawan media online Tikampost.id dan Mikemedia.com, telah beberapa kali berusaha mewawancarai Martin Luhulima, Kepala Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tahuna. Setelah empat kali percobaan gagal, akhirnya melalui perantara Steven Takapaha, pegawai PSDKP, jadwal pertemuan ditetapkan pada Kamis, 25 September 2025, pukul 13.00 WITA.
Kronologi Peristiwa: Dari Ruang Kerja ke Kericuhan
Kedatangan dan Awal Pertemuan
Sekitar pukul 13.30 WITA, Mike tiba di kantor PSDKP Tahuna. Setelah disambut Steven, ia dibawa ke ruang Kepala PSDKP. Mike memperkenalkan diri secara profesional sebelum dipersilakan duduk. Steven kemudian meninggalkan ruangan, meninggalkan Mike berdua dengan Martin Luhulima.
Pertanyaan Pemicu Ketegangan
Percakapan dimulai dengan Mike menyampaikan kekecewaannya atas kesulitan bertemu selama ini. Ia kemudian menanyakan kabar yang beredar tentang pengeluaran uang sebesar Rp50 juta oleh Kepala PSDKP, yang belakangan terkait dugaan kasus pelepasan kapal bermuatan tokok.
Baca Juga: Suasana Mencekam Melanda Kantor Pemkab Minahasa, Jelang Rolling Besar-besaran Awal Oktober
Pertanyaan ini langsung memicu reaksi keras. Martin Luhulima disebutkan menunjuk Mike dan berkata, “Kau buka-buka baju mau tunjuk jago? Saya ini orang Ambon, tidak takut.”
Eskalasi dan Kekerasan
Steven kembali masuk dan berusaha menenangkan situasi. Menurut Mike, Steven menariknya keluar ruangan sambil memperingatkan bahwa bosnya membawa senjata dan menyarankan Mike menjauh. Namun, Martin justru mengejar dan berteriak agar Mike tidak dibiarkan keluar.
“Saya terobos terus keluar. Kemudian saya ditangkap oleh beberapa orang, leher saya memar, pinggang sakit, dan handphone saya pecah,” tutur Mike.
Intervensi Anggota TNI dan Pelepasan
Keributan ini disaksikan seorang anggota TNI yang kebetulan melintas. Anggota TNI tersebut menegur pihak PSDKP dengan menyatakan bahwa orang yang mereka tahan adalah wartawan. Setelah teguran ini, Mike akhirnya dilepaskan.
Upaya Damai dan Konsekuensi Hukum
Usai insiden, PSDKP memberikan Rp500 ribu untuk ganti rugi telepon genggam yang rusak. Kemudian, saat berada di Polres, Mike menerima tambahan Rp2,5 juta untuk biaya pengobatan.
Meski menerima uang tersebut, Mike menegaskan akan menempuh jalur hukum. “Saya merasa profesi saya dilecehkan. Kedatangan saya murni untuk konfirmasi, bukan untuk mengancam seperti yang dituduhkan,” tegasnya.
Reaksi Organisasi Wartawan
Sikap Forum Wartawan Sangihe (Forwas)
Ketua Forwas, Verry Bawoleh, menegaskan bahwa tugas jurnalistik tidak boleh dihalang-halangi. “Dalam kronologis kejadian jelas, wartawan yang bersangkutan telah memperkenalkan dirinya. Tidak perlu seorang pejabat publik menunjukkan arogansinya. Mike sudah mencoba keluar dari kantor untuk menyelamatkan diri, tidak perlu lagi ditarik masuk,” ujar Bawoleh.
Pernyataan Wartawan Senior
Asril Tatande, wartawan senior, menyebut tindakan Kepala PSDKP tidak dapat dibenarkan. “Atas nama pers, kami mengecam tindakan tidak terpuji ini. Apalagi ada perintah dari Mabes Polri bahwa wartawan harus dilindungi dalam bertugas. Persoalan ini akan kami bawa ke pihak berwajib,” tegas Tatande.
Klarifikasi Pihak PSDKP Tahuna
Versi Martin Luhulima
Pada Jumat (26/9/2025), Martin Luhulima mengakui adanya kejadian tersebut namun membantah melakukan penganiayaan. Menurutnya, Mike datang dengan membuka jaket di ruangannya, yang dianggapnya tidak sopan, dan membuatnya merasa ditekan dan diancam.
“Saya akui emosi dan minta maaf jika tersulut emosi. Tapi soal penganiayaan, saya tegaskan tidak ada,” ujarnya.
Martin menjelaskan bahwa ia meminta bawahannya membawa kembali Mike ke kantor karena khawatir wartawan tersebut akan memanggil orang lain datang ke lokasi. “Kami sudah memberikan uang pengobatan Rp2,5 juta dan uang ganti HP yang rusak,” kata Martin.
Analisis: Kebebasan Pers vs Arogansi Kekuasaan
Insiden ini menyoroti beberapa masalah mendasar:
-
Hambatan Akses Informasi: Kesulitan Mike bertemu pejabat ini mencerminkan tantangan yang sering dihadapi wartawan di daerah dalam mengakses informasi publik.
-
Kerentanan Wartawan Daerah: Wartawan di daerah seringkali lebih rentan menghadapi tekanan dibandingkan rekan mereka di kota besar.
-
Budaya Kekuasaan: Reaksi emosional pejabat mengindikasikan budaya kekuasaan yang tidak siap dikritik atau dipertanyakan.
Implikasi Hukum dan Demokrasi
Peristiwa ini tidak hanya tentang perselisihan personal, tetapi tentang prinsip demokrasi. Kebebasan pers dijamin UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan setiap penghalangan terhadap kerja jurnalistik dapat dikenai sanksi hukum.
Pernyataan Mike yang tetap akan menempuh jalur hukum meski telah menerima uang menunjukkan kesadaran akan pentingnya prinsip ini. Tindakannya bukan sekadar memperjuangkan hak pribadi, tetapi menegaskan hak publik untuk mengetahui informasi.