, ,

Pemerintah Kabupaten Pinrang Pastikan Gaji 4.222 PPPK Paruh Waktu Ditanggung OPD

by -182 Views

Gaji PPPK Paruh Waktu di Pinrang Ditanggung OPD, Besarnya Setara Honorer: Transformasi atau Hanya Ganti Status?

News Palu– Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pinrang, Sulawesi Selatan, sedang dalam proses merealisasikan penempatan ribuan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. Sebanyak 4.222 orang yang lolos seleksi sedang giat melengkapi dokumen administrasi, termasuk pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), untuk usulan penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP).

Namun, di balik euforia pengangkatan status ini, terselip sebuah kenyataan yang menuai respons beragam: besaran gaji yang akan diterima oleh PPPK Paruh Waktu disebut-sebut setara dengan honorer dan ditanggung langsung oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tempat mereka bertugas.

Memahami Dua Wajah PPPK: Penuh Waktu vs. Paruh Waktu

Sekretaris Daerah (Sekda) Pinrang, Andi Tjalo Kerrang, dengan gamblang menjelaskan perbedaan mendasar antara kedua status ini. PPPK Penuh Waktu diangkat oleh pemerintah pusat dengan gaji dan tunjangan yang telah disiapkan oleh negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pemerintah Kabupaten Pinrang Pastikan Gaji 4.222 PPPK Paruh Waktu Ditanggung OPD
Pemerintah Kabupaten Pinrang Pastikan Gaji 4.222 PPPK Paruh Waktu Ditanggung OPD

 

 

 

Baca Juga: Sebuah Diskusi Mendalam PFI Palu: Menggali Sejarah Bencana dan Etika Jurnalisme yang Memanusiakan

Sementara itu, PPPK Paruh Waktu adalah pegawai yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk bekerja secara paruh waktu. Sumber pembiayaannya tidak berasal dari APBN, melainkan “melekat” pada anggaran OPD masing-masing.

“Kalau full waktu memang ada gajinya disiapkan negara, kalau paruh waktu ini gajinya tetap melekat di organisasi perangkat daerah (OPD) masing-masing,” jelas Andi Tjalo kepada Tribun-Timur.com, Selasa (16/9/2025).

Gaji Setara Honorer, Hanya Status yang Berubah

Pengakuan Sekda inilah yang menjadi pangkal perdebatan. Andi Tjalo menyatakan bahwa besaran gaji yang akan diterima oleh PPPK Paruh Waktu ini nilainya sama persis dengan yang mereka terima saat masih berstatus honorer.

“Sebenarnya cuma statusnya yang berbeda. Digaji per bulan tapi nilainya tetap sama saat honor. Hanya saja, statusnya yang berbeda PPPK Paruh Waktu namanya dan status pengangkatannya kuat secara administrasi,” ungkapnya.

Artinya, jika sebelumnya seorang honorer di Pinrang menerima gaji Rp600.000 per bulan, maka dengan status barunya sebagai PPPK Paruh Waktu, angka tersebut tidak akan berubah. Yang berbeda adalah kekuatan hukum status kepegawaian mereka. Mereka kini tercatat secara resmi dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan memiliki perjanjian kerja yang jelas, meski harus diperbarui setiap tahun.

Tanpa Tunjangan dan Kontrak Tahunan

Selain gaji pokok yang tidak mengalami kenaikan, PPPK Paruh Waktu juga tidak akan mendapatkan berbagai tunjangan yang lazim diterima oleh PPPK Penuh Waktu, seperti tunjangan kinerja atau tunjangan keluarga. Pola kerjanya pun bersifat kontrak tahunan, menandakan bahwa kepastian kerja jangka panjang masih menjadi tanda tanya.

“Tak ada tunjangan. Sama ji (honorer), hanya lebih kuat status hukumnya dan terdata dalam database BKN. Ini juga salah satu cara pemerintah agar tidak ada lagi penerimaan tenaga honor,” tambah Andi Tjalo.

Pernyataan terakhirnya menegaskan tujuan kebijakan ini: sebagai langkah offboarding untuk menata dan mengakhiri sistem tenaga honorer di pemerintah daerah. PPPK Paruh Waktu menjadi wadah untuk “mengalihstatuskan” honorer yang sudah ada tanpa membebani APBN.

Respon Tenaga Kerja: Antara Harap dan Kecewa

Salah satu PPPK Paruh Waktu di Pinrang, Santi, mengaku belum mengetahui secara pasti besaran gaji yang akan diterimanya. Namun, ketika mendengar kabar bahwa nilainya tidak berbeda dengan honorer, nada kecewa pun tak terelakkan.

“Kecewa juga dengan infonya. Kalau tidak ada tunjangan setidaknya UMP (Upah Minimum Kabupaten). Kalau seperti honorer gajinya berarti Rp600 ribu per bulan,” tandasnya.

Harapan Santi sederhana: mendapatkan penghasilan yang setara dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Pinrang, yang tentunya lebih tinggi daripada honorarium yang diterima selama ini. Kekecewaan ini sangat manusiawi mengingat proses seleksi yang dilalui dan ekspektasi terhadap “naik status” menjadi PPPK.

Analisis: Sebuah Langkah Maju yang Pahit?

Kebijakan Pemkab Pinrang ini memiliki dua sisi yang kontras.

Sisi Positif:

  1. Penataan Administrasi: Kebijakan ini berhasil mendata ribuan honorer ke dalam sistem BKN, memberikan mereka pengakuan hukum yang lebih kuat daripada status honorer yang sangat rentan.

  2. Akhir Masa Honorer: Sesuai dengan instruksi pemerintah pusat, ini adalah langkah strategis untuk menghentikan penambahan tenaga honorer baru. Seluruh tenaga yang ada dialihkan ke status yang lebih terukur.

  3. Kepastian Hukum: Meski kontrak tahunan, para pegawai ini memiliki perjanjian kerja yang jelas, yang dapat melindungi hak-hak dasar mereka.

Sisi Negatif/Kritik:

  1. Kesejahteraan Stagnan: Kebijakan ini dinilai gagal meningkatkan kesejahteraan pegawai. Esensinya hanya mengubah label tanpa meningkatkan nilai ekonomis bagi penerimanya.

  2. Beban OPD: Dengan menggaji ribuan pegawai, beban finansial dialihkan ke OPD masing-masing. Pertanyaannya, apakah semua OPD memiliki anggaran yang memadai untuk membayar gaji ini tanpa mengorbankan program kerja lainnya?

  3. Potensi Disparitas: Besaran gaji yang mengikuti honorer masing-masing OPD berpotensi menimbulkan disparitas atau ketimpangan gaji antar-OPD untuk jenis pekerjaan yang sama.

  4. Ekspektasi yang Meleset: Banyak peserta yang berharap status PPPK akan membawa peningkatan gaji yang signifikan, mengikuti jejak PPPK penuh waktu. Kenyataan bahwa gaji mereka tetap sama bisa menurunkan motivasi dan semangat kerja.

Kebijakan PPPK Paruh Waktu di Pinrang adalah sebuah terobosan administratif yang patut diapresiasi dalam upaya penataan kepegawaian. Namun, ia juga menyisakan pekerjaan rumah besar, khususnya dalam hal peningkatan kesejahteraan pegawai.

Pemkab Pinrang perlu mempertimbangkan untuk meninjau ulang besaran gaji, setidaknya menyesuaikan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras mereka. Tanpa itu, “transformasi status” ini berisiko hanya menjadi perubahan nama belaka, tanpa makna substantif bagi peningkatan kualitas hidup para pegawai yang telah mengabdi. Perjalanan panjang menuju kepastian dan kesejahteraan bagi tenaga non-ASN masih harus terus diperjuangkan.

telkomsel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.